HUKUM PERIKATAN
Hukum perikatan terdiri dari kata hukum dan perikatan. Perikatan berasal dari kata verbintesis yang memiliki banyak arti.
Menurut Subekti dan Sudikno:
Perikatan, yaitu masing-masing puhak saling terikat oleh suatu kewajiban atau prestasi
Menurut Sri Soedewi, Vol Maar, dan Kusumadi
Perutangan, yaitu suatu definisi yang terkandung dalam verbintenis. Adanya hubungan hutang piutang antara para pihak
Menurut Wiryono Prodjodikoro
Perjanjian atau overeenkomst
DASAR HUKUM PERIKATAN
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan
undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi
undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatanmanusia. Sumber
undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang
menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
a. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
b. Perikatan yang timbul dari undang-undang
c.
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela (
zaakwaarneming)
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1.
Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu
persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu.
2.
Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu
perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu
orang lain atau lebih.
3.
Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena
undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai
akibat perbuatan orang.
Asas hukum perikatan
Asas-asas
dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni
menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
a.
Asas Kebebasan Berkontrak : Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam
Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu
perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b.
Asas konsensualisme : Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu
lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai
hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP
Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri.
2. . Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu
4. Suatu sebab yang Halal
Sistem Hukum Perikatan
System hukum perikatan bersifat terbuka. Artinya, setiap perikatan
memberikan kemungkinan bagi setiap orang untuk mengadakan berbagai
bentuk perjanjian, seperti yang telah diatur dalam Undang-undang, serta
peraturan khusus atau peraturan baru yang belum ada kepastian dan
ketentuanya. Misalnya, perjanjian sewarumah, sewa tanah, dan sebagainya.
Sifat Hukum Perikatan
Hukum perikatan merupakan hukum perlengkapan, konsensuil, dan
obligatoir. Bersifat sebagai hukum perlengkapan, artinya jika para pihak
membuat ketentuan masing-masing, setiap pihak dapat mengesampingkan
peraturan dan Undang-undang.
Hukum
perikatan bersifat konsensuil artinya ketika kata sepakat telah dicapai
oleh pihak masing-masing, perjanjian tersebut bersifat mengikat dan
dapat dipenuhi dalam tanggung jawab.
Sementara
itu, obligatoir berarti setiap perjanjian yang telah disepakati
bersifat wajib dipenuhi dan berpindah setelah dilakukan penyerahan
kepada tiap-tiap pihak yang telah bersepakat.
Macam-macam Hukum Perikatan
1. Perikatan bersyarat, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinyadikaitkan pada syarat tertentu
2.
Perikatan dengan ketetapan waktu, yaituperikatan yang pemenuhan
prestasinyadikaitkan pada waktu yang tertentuatau dengan peristiwa
tertentu yang pasti terjadi
3.
Perikatan tanggung menangguang atau tanggung renteng, yaitu para pihak
dalam perjanjian terdiri dari satu orang pihak yang satu dan satu orang
pihak yang lain. Akan tetapi, sering terjadisalah satu pihak atau kedua
belah pihak terdiri dari lebih dari satu orang
4.
Perikatan dapat dibagi dan tidak dapat dibagi, artinya perikatan yang
dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya dapat dibagi-bagi.
Sementara perikatan yang tidak dapat dibagi, adalah perikatan yang
prestasinya tidak dapat dibagi-bagi.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
http://www.google.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia
http://www.jurnalhukum.com/sistematika-hukum-perdata-indonesia/
http://www.anneahira.com/hukum-perikatan.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar